Tersinggung Boleh, Marah Jangan, ” Baca Artikel ini Sampai Habis, Biar Tidak Gagal Paham”

Saya tertarik dengan tulisan seorang penulis profesional yang mengaplikasikan tulisan nya tentang alam di media sosial, karena tertarik dan kebetulan tulisan nya berkenaan dengan kenyataan alam di daerah saya tinggal, setelah saya baca langsung saya Coffas dan saya edit, lalu saya kembangkan tentang fakta alam daerah saya.

Dulu sekitar dua belas tahun yang lalu, Masih bisa di lihat hutan alami yang indah dan sejuk dengan pepohonan yang tumbuh subur di atas hamparan bumi, sawah yang subur membentang hijau laksana hamparan permadani, lukisan dari yang maha agung. Lukisan alam yang indah ini dahulu sangat kaya akan sumber daya alam, baik ikan, hewan maupun tumbuhan.

Dahulu hutan dengan tumbuhan Padang rumputnya masyarakat keturunan penduduk asli biasa memelihara/mengangon ternak sapi dan kerbau, dan sambil beternak mereka juga terbiasa menanami sekitar hutan dengan tanaman buah buahan seperti durian, mangga, kueni, petai, jengkol dan lain sebagainya,

Selain tumbuhan yang sengaja ditanam dan dipelihara banyak pula tumbuhan hutan atau tanaman liar yang buahnya bisa di konsumsi manusia seperti cempedak hutan, Kuranji, buah rotan, rukam, tayas, dan lain sebagainya.

Mata air yang bersih sangat menjadi Sumber kehidupan dan kelangsungan lingkungan hidup penduduk setempat untuk makan minum dan kebutuhan pengairan tanaman dan memelihara ikan di saat alam dan hutan masih terpelihara.

Akibat kebijakan penguasa, kekayaan sumber daya alam yang biasa di kuasai dan di kelola para pribumi, mulai dibatasi dan terbatasi, akibat itu pula alam mulai tergerus, lingkungan hidup mulai rusak, cuaca tak sejuk dan bersih lagi.

Hal ini mengingat kan Pada peristiwa sejarah zaman penjajahan kolonial Belanda, pada saat itu tercatat dalam sejarah mereka pernah membuat kebijakan tanam paksa, dan khusus untuk penduduk asli yang memiliki banyak ternak di buatlah aturan untuk mengikat setiap hewan ternaknya, dan bila tak di ikat berarti di anggap hewan liar dan Sah untuk di tembak dan di buru oleh para tentara Knil pada masa itu.

Maka pada saat itu tentara knil yang sudah di pilih dan terlatih menembak biasa menembak hewan-hewan tersebut laksana berburu hewan liar untuk di konsumsi mereka, dan biasanya mereka akan memakannya sambil minum minuman yang memabukkan dan berpesta pora menikmati binatang ternak milik pribumi seakan tak sadar kegembiraan mereka di atas kesedihan dan kedukaan rakyat kecil dan lemah pada masa itu.

Baca Juga:  Hubungan Asmara Yang Kandas

Begitulah akhlak tentara knil dan penguasa pada masa itu sehingga walaupun tak belajar ilmu hukum, berkat pengalaman keturunan penduduk asli sangat paham sekali akan makna dari kalimat, “HUKUM ADALAH SENJATA UNTUK MERAMPAS HAK” dan oleh karena itu para keturunan penduduk asli sangat antusias dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan.

Setelah Negara Indonesia dinyatakan merdeka, penduduk asli pribumi sangat berharap kepada pemerintah Indonesia, harapan mereka tidaklah muluk-muluk, cukuplah kebenaran dan keadilan di tegakkan sebaik baiknya, tapi sayang sekali harapan itu sepertinya sampai saat ini belum bisa terealisasi seutuhnya sesuai harapan.

Bagai mana tidak,? Seperti di ketahui bersama Beberapa waktu lalu saya perna menulis tentang sebuah perusahaan raksasa yang beroperasi di daerah tempat tinggal saya, disitu saya menilai ternyata tidak semua manusia yang bekerja di sebuah perusahaan itu jujur dan berhati mulia, apalagi tepat janji, bahkan tidak semua pejabat itu pro ke masyarakat.

Contoh nya ada sebua desa yang dulu masyarakat nya hidup makmur, rukun dan sangat santun serta fanatik dalam menghormati sang pemimpin, masyarakat desa ini dulunya sangat terkenal kompak dalam hal kebaikan,

Di tahun 2010 desa ini mendapat kabar baik, bahwa akan ada sebuah perusahaan besar yang akan melewati wilayah nya. Benar, jalan perusahaan di bangun dan beroperasi, Setelah tahun 2017, lebih baik lagi kabar di terima oleh masyarakat desa itu, bahwa perusahaan tersebut akan dirikan Mess dan perkantoran dekat desa itu, ” wah kabar baik ni, kalau perusahaan besar depan mata, otomatis dapat percikan” alih -alih dapat percikan pekerjaan jadi kuli pun susah meskipun ada rekomendasi dan keterangan pribumi, yang ada hanya menonton orang luar pulau yang jadi penikmat mampaatnya.

Saat itu juga tanpa persetujuan masyarakat desa itu, si Perusahaan jadikan tumpukan Batubara setinggi menara yang tak jauh dari pemukiman penduduk, nama tumpukan Batubara itu di sebut Stockfile, ” Baru dengar nama itu”

Ternyata dari Stockfile batubara dekat pemukiman penduduk itulah masyarakat desa ini dapat percikan, “tapi percikan Debu dan bising” He he lumayan dari pada tidak sama sekali.

Kita lanjut ke tahun 2019. Pada tanggal 22 terjadi saat itu? Eh ternyata pihak perusahaan tersebut maha bijak terhadap masyarakat, buntut aksi tersebut, beberapa orang perwakilan masyarakat di panggil polisi resort. Tapi tidak separah tragedi masyarakat kampung Wadas.

Baca Juga:  Pernyataan Pak Prabowo Tentang Memberikan Makan Siang Gratis Sebuah Langkah Yang Patut didukung.

Selanjutnya, Perusahaan tersebut semakin hebat, saking hebatnya, di tahun 2020 bulan April, perusahaan tersebut bukan ambil pusing soal protes dampak Debu batu bara, oleh masyarakat, mereka malah akan bangun seperangkat alat penghalus mutiara hitam, dinamakan Crusher. Dan atas permintaan masyarakat desa sekitar, Perusahaan di minta adakan sosialisasi terlebih dahulu,

Yah, Perusahaan si maha baik dan menuruti kemauan masyarakat, mereka adakan sosialisasi itu, di hadiri kepolisian, pemerintah Kecamatan, pemerintah dua desa dan perangkatnya, juga masyarakat dua desa, di acarah sosialisasi itu masyarakat tidak setuju di dirikan Crusher, alasan nya, dampak debu batubara dari Stockfile saja sudah meresahkan, apalagi mau ditambah dengan dampak baru dari Crusher yang sudah barang tentu lebih dahsyat lagi.

Namun apa hendak di kata, kemauan masyarakat untuk mengurangi polusi udara dan pencemaran lingkungan tidak di gubris oleh pihak perusahaan, buktinya crusher tetap di bangun hingga beroperasi, meski sempat hampir memakan korban, pembangunan crusher tetap jalan, yang korban kecelakaan kerja di bagian crusher tersebut hanya mengalami luka bakar, dan mampu di selamatkan dengan di rawat di sebuah rumah sakit.

Mungkin karna sudah terlalu banyak serbuk mutiara hitam yang terbang ke pemukiman penduduk Desa dekat Stockfile, pada hari Senin tanggal 01 November 2021, 58 orang ibu-ibu rumah tangga, yang tergabung dalam aliansi emak-emak peduli lingkungan, datangi Mess perusahaan yang bertanggung jawab terhadap serbuk itu,

Apa yang terjadi? Ibu-ibu di sambut baik oleh pihak perusahaan, bahkan di siapkan tenda untuk berteduh dari terik matahari, agar ibu-ibu tersebut nyaman dengan pelayanan yang maha baik oleh pihak perusahaan, bahkan perwakilan ibu-ibu diajak mediasi di dalam room ber AC.

Baca Juga:  Jika Hak Pilih Dapat dibeli, Tidak Ada Pemimpin Merakyat

Apa hasil mediasi antara Aliansi emak-emak peduli lingkungan VS Perusahaan? Lagi-lagi pihak perusahaan maha baik dan bijaksana, mereka tau susahnya mayoritas ibu rumah tangga setiap hari harus 3 kali bersihkan rumah dan prabotan rumah tangga karna hitamnya serbuk mutiara dari aktivitas operasi Stockfile dan Crussher. Maka mediasi pihak perusahaan VS emak-emak mencapai kata sepakat, dengan dituangkan dalam sebuah perjanjian tertulis, dan di bubuhi tandatangan di atas materai Rp 10.000, oleh kedua belah pihak dan saksi-saksi, juga di ketahui oleh pemerintah desa setempat,

Menurut isi surat yang sempat penulis baca, pihak perusahaan berjanji membantu ibu-ibu dalam hal pembersihan, dengan memberikan Uang Rp 500.000/ bulan kepada 58 orang ibu-ibu, selama kegiatan masih berlangsung, serta 58 ibu-ibu yang tergabung dalam aliansi masyarakat peduli lingkungan, berjanji tidak akan adakan aksi.

Namun sangat disayangkan, hanya ibu-ibu yang masih konsisten dengan janji, sementara pihak perusahaan, seperti tanpa salah dan dosa, mereka ingkar terhadap janji, janji tinggalah janji, saat di tanya mereka Berdalih, seakan tak peduli.

Dalam hal ini, salah kah perusahaan? Tentu tidak jawabnya, itukan hanya janji, uang kan uang mereka, tentu tidak salah. Yang salah itu ibu-ibu, kenapa harus percaya kepada pihak perusahaan,

Padahal tanpa di sadari, pihak perusahaan itu sudah banyak berbuat kebaikan di desa sekitar operasi, pertama masyarakat dapat percikan halus dari serbuk mutiara hitam secara Gratis yang setiap saat beterbangan di Bawa angin, yang kedua, pihak perusahaan sudah kasi hiburan, 24 jam nonstop irama musik keras dari aktivitas operasi di Stockfile yang dekat pemukiman penduduk.

Untung banyak bagi perusahaan, saat ibu-ibu protes pihak perusahaan ingkar janji, eh ada pembela si Perusahaan tersebut, siapa pembelanya? Tentu orang-orang yang diuntungkan, siapakah orang-orang yang di untungkan?, Pasti mereka yang siap jilat kiri jilat kanan, jilat atas jilat bawah demi Rupiah, mereka yang rela gadaikan kesehatan masyarakat demi Oom Rupiah.

Penulis: Eddi Saputra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *